Pelaksanaan manasik haji bagi calon haji mandiri (non-Kelompok Bimbingan Ibadah Haji/KBIH) tahun ini dilakukan lebih awal. Berbeda dengan tahun lalu, di mana manasik haji dilakukan sekitar 1 bulan sebelum keberangkatan kloter perdana jamaah Indonesia ke Arab Saudi.
Direktur Bina Haji Kementerian Agama (Kemenag), Khoirizi, mengatakan manasik haji tahun ini memang dilakukan lebih dini. Ia mengatakan, pelaksanaan manasik haji telah dimulai sejak Januari lalu. Menurutnya, hal ini dilakukan agar jamaah lebih memiliki waktu untuk memahami, mempelajari, dan mendalami manasik haji mulai dari sisi ibadah maupun perjalanannya.
"Dengan memberikan manasik lebih awal dan lebih sering, jamaah lebih tahu apa yang akan mereka hadapi di Tanah Suci. Dengan demikian, jamaah secara awal sudah bisa mengantisipasi segala kemungkinannya," kata Khoirizi, Kamis (4/4) seperti dikutip Republika Online
Ia menuturkan, memang ada perubahan dalam mekanisme pelaksanaan manasik haji 2019. Sebelumnya, kantor urusan agama (KUA) di tingkat kecamatan akan melaksanakan manasik haji setelah anggaran turun.
Namun tahun ini, menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kemenag meminta seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) melaksanakan manasik haji sejak awal dan tidak perlu menunggu turunnya anggaran.
Khoirizi melanjutkan, calon jamaah diberi pendidikan dan pemahaman terkait berbagai masalah haji, baik dari sisi ibadah, kesehatan maupun perjalanan. Misalnya, terkait cara atau apa yang harus dilakukan jamaah ketika tiba di Makkah atau saat hendak menunaikan umrah.
Dari segi ibadah, calon jamaah harus memahami makna ibadah haji. Kemudian, dari segi perjalanan, jamaah diharapkan memahami apa yang harus dilakukannya saat di tanah suci. Sementara dari segi kesehatan, calon jamaah akan diimbau untuk mempersiapkan diri. Misalnya, agar mereka rajin berolahraga dan menjaga pola makan serta kesehatan sejak di tanah air.***
KPHI Rekomendasikan Sistem Zonasi Bagi Penempatan Jamaah
Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) menyarankan Kementerian Agama (Kemenag) merekomendasikan sistem zonasi untuk penempatan jamaah haji selama berada di Makkah, Arab Saudi. Sistem zonasi ini diharapkan bisa mengatasi masalah pengendalian jamaah dan citra rasa konsumsi jamaah haji Indonesia yang beraneka ragam seleranya sesuai dengan derah masing –masing.
Sebab, Ketua KPHI Muhammad Samidin Nasyir menilai, sistem qur'ah (undian) penempatan kloter di pondokan Makkah terdapat beberapa kekurangan. Salah satunya adalah komunikasi antarjamaah sering terkendala dan pengendalian menjadi sulit.
Sementara itu, selera makanan mereka juga beragam. Sehingga pihak katering sulit menyesuaikan keragaman cita rasa tersebut.
“Dampaknya sebagian jamaah malas makan sesuai jatah konsumsi hari itu yang berpengaruh kepada kurangnya asupan gizi dan kalori yg dibutuhkan. Dampak lanjutnya berpengaruh pada penurunan tingkat kesehatan dan kebugaran jamaah haji Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, selama menjalankan ibadah haji perlu kondisi fisik yang prima karena ada beberapa ibadah yang memerlukan tenaga lebih seperti wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina dan melontar Jumrah serta tawaf Ifadhah. ***